Minggu, 26 April 2009

Metafisis tuhan

Tuhan dalam renunganku

By : My

Dalam renunganku ada sebuah kata yang sangat menjadi primadona dalam kehidupan sehari-hari dan kehidupan pribadiku,dia adalah TUHAN,kenapa dia menjadi primadona,aku juga tidak tau,Padahal kata-kata tuhan menurutku sudah lumrah dan sudah biasa,itu menurutku,mungkin aku setuju dengan perkataan AGUSTE COMTE yang menyatakan tidak ada tuhan di dunia ini,Aku adalah tuhan,dan tuhan adalah aku,pikiranku adalah tuhanku sendiri dan aspirasi jiwaku adalah nabi-nabiku,dia juga berkata bahwa agama hanya membuat orang menjadi merawang dan terawang dalam kebingungan,membuat orang hanya melamun dalam kegundahan.

Sebenarnya yang benar itu Tuhan yang ada di benakku atau tuhan yang ada di benak orang lain?ketika hatiku bingung dalam menentukan suatu tentang cinta,tuhan tidak membantuku untuk mencarikan solusinya,ketika ayahku dalam musibah besar,tuhan juga tidak membantuku untuk menyelamatkan ayahku,malahan yang membantu menyelamatkan ayahku adalah orang-orang yang mau di sogok dengan uang,lantas apakah tuhan ku dan tuhan kalian semua itu adalah uang?

Sekarang ini seakan-akan yang menjadi primadona orang-orang bukanlah kata-kata Tuhan tapi Uang,lantas di mana kata-kata tuhan bersembunyi?dan di mana pula keajaiban tuhan itu?ah….semoga saja tuhanku bukanlah tuhan uang,bila tuhanku uang,maka dia bisa di ciptakan dan tidak akan bisa mencipta,maafkan aku ya tuhan!aku sudah mencelamu seperti itu,semoga saja sifat mu tidak seperti uang yang ku maksud.

(lebih baik atheis daripada hidup statis)

senin22-1-2007

Ideologi seorang penulis

Banyak buku-buku yang saya baca selama saya masuk di STAIN ini,dari hasil buku-buku yang saya baca ternyata banyak para penulis yang beraliran kiri atau dengan kata lain melenceng dari ajaran syari’ah agama islam,seperti judul “Ada pemurtatan di STAIN”saya kira judul buku ini tidak pantas untuk di terbitkan di perpustakaan kampus,mungkin saja orang yang kuat penalarannya bisa memeknai ini dengan seksama dan tidak di kuatirkan untuk melenceng dari ajaran agama,yang menjadi persoalan bagaimana dengan orang yang tidak kuat penalarannya dan lemah tingkat intelektualnya?

Saya kira bentuk penulisan yang seperti sekarang ini bukanlah bentuk asli dari aspirasi sang penulis untuk di tuangkan dalam sebuah buku.tapi melainkan merupakan bentuk ketidakpuasan dari sang penulis terhadap suatu yang dia rasakan dan dia amati,bisa juga merupakan suatu kegagalan dalam dirinya untuk merubah sesuatu yang ada,sehingga dia menggunakan buku sebagai cara agar dia bisa merubah sesuatu tersebut dengan cara mempengaruhi orang atau halayak yang membaca.Dalam buku-buku sekarang saya lihat para penulisnya banyak menggunakan TEORI OF INFLUS dalam buku-buku karya mereka.mereka banyak mengaitkan antara sesuatu yang dahulu dengan yang sekarang, dengan argumen-argumen yang jelas dan logis,tapi bukti atau faktanya tidak pernah jelas dan selalu abstrak.

Yang menjadi pertanyaan yang membingungkan sampai sekarang “kalau sudah ada tehnologi canggih dan mutakhir seperti Internet dan Work net,lalu untuk apa buku buku-buku sekarang ini?banyak orang berpendapat bahwa” buku-buku sekarang ini sudah kadaluarsa dan ketinggalan zaman,yang baru dan mutakhir sekarang ini adalah Akses Cepat Internet,semuanya bisa di cari di internet dari mulai hal yang kecil sampai pada hal-hal yang besar”,hal ini mematahkan semangat para pembaca buku dan pengarang buku.Jadi sebenarnya tehnologi moderen yang bersifat westernisasi mempunyai fungsi yang bagus,bila di lihat sekilas saja.Tapi sebenarnya hal ini dapat merusak kepribadian dan sifat kita untuk membaca dan belajar,kita menjadi malas untuk mencari dan menggali ilmu pengetahuan dengan cara berusaha,kita akan terjerumus dalam lembah kepraktisan,sesuatu yang slalu ingin cepat di capai dengan cara instan.

Kontroversi Kiayi

Kiyai, maunya apa…..

(sebuah ijtihad mencari peran kiai di era transisi politik di Indonesia)

By : My

(sekedar) Antaran

ADA apa dengan kiai? Pertanyaan sederhana ini (mungkin masih) menarik untuk diperbincangkan berkaitan peran dan fungsi kiai yang kian hari semakin ’meluas’, dari ranah ‘domestik’ ke arus politik (praktis), dari teologis ke pragmatis. Kiai adalah status sosial elit (minimal ditingkat lokal) yang mempunyai kedudukan terhormat dan mempunyai pengaruh dalam mewarnai kehidupan masyarakat. Kerapkali kiai dijadikan referensi legitimasi hukum agama dan kebijakan pemerintah sebagai indikator peran strategis kiai dalam masyarakat kehidupan sosial.

Tentu pilihan-pihan peran kiai seperti diatas mengundang pro dan kontra tergantung dari perspektif mana memandang. Secara prinsip, kiai[1] (dalam konteks ini kedudukan dan fungsi kiai sama dengan ulama’) adalah pewaris para nabi, sehingga secara teologis kiai dalam kehidupan keseharian sesuai dengan tuntutan nabi. Kehadiran kiai di tengah masyarakat yang mempunyai status sosial tinggi tidak hanya dikarenakan ke’aliman ilmu agama namun juga didukung wibawa serta keturunan. Ketiga syarat tersebut tidak dapat dipisahkan karena antara satu dengan yang lain saling berkaitan.

Alhasil, dimanapun saja dan dalam perspektif apapun peran kiai akan diperhitungkan oleh masyarakat termasuk penguasa. Hal ini dikarenakan kiai lahir tanpa ada konspirasi dengan masyarakat apalagi penguasa sehingga posisi kiai independen. Posisi inilah yang membawa kiai disegani dan menjadi panutan semua pihak, dus fatwa dan taushiyah kiai didengarkan yang kemudian dipatuhi.

Apakah peran ideal dan posisi kiai diatas kini tinggal kenangan? Mungkin fenomena ini menjadi embrio lahirnya buku KIAI di Tengah Pusaran Politik antara Petaka dan Kuasa. Menarik mengkaji buku ini karena sang penulis bung Ibnu Hajar adalah seorang santri yang secara realitas sosial di Madura masih tabu santri meng’kritik’ secara terbuka kepada kiai. Apakah kehadiran buku ini sebagai rasa cinta seorang santri kepada kiai atau ada perspektif lain, wallahu a’lam.

Peran Ganda Kiai

Secara konseptual, terminologi kiai diperkenalkan oleh Cillford Geertz[2] pada tahun 1960 yang kemudian menghasilkan banyak penelitian serupa seperti antropolog Belanda Martin van Bruinessen[3], Zamakhsyari Dhofier[4], Peneliti Jepang Hiroko Horikoshi[5], Azyumardi Azra[6] dan masih banyak lainnya.

Fenomena peran kiai dalam politik telah di kemukakan oleh Geertz yang disebut cultural broker (makelar budaya) bahwa kiai mempunyai peran sosial sebagai ’mediator’ dalam menghadapi persoalan sosial yang terjadi saat itu dengan menggunakan kekuatan agama dan kharisma yang dimiliki kiai, meskipun image yang nampak pada waktu itu secara politis kiai dikategorikan sebagai sosok yang tidak mempunyai pengalaman dan kemampuan profesional. Studi lain yang dilakukan penulis[7] yang menunjukkan kiai Annuqayah Guluk-Guluk mempunyai peranan kuat membangun dinamika politik dalam penguatan civil society. Demikian juga Horikoshi (1978), yang menunjukkan kekuatan kiai sebagai sumber perubahan sosial, bukan saja pada masyarakat pesantren tapi juga pada masyarakat di sekitarnya.

Peran ganda kiai – sebagai pengayom masyarakat melalui pesantren dan sisi lain masuk ke ranah politik praktis mempunyai beberapa makna/alasan; pertama secara teologis tidak ada aturan yang melarang kiai aktif dalam politik karena nabi Muhammad dalam menjalankan pemerintahan dan penguatan syiar Islam tidak lepas dari politik ketata negaraan. Namun apakah benar kiai aktif di politik berlandaskan nilai teologis untuk kemajuan umat atau semata pragmatisme kekuasaan. Kedua, sejarah di bumi pertiwi ini saat orde baru berkuasa hak-hak politik kiai nyaris diberangus (hegemoni) sehingga peran politik kiai diambil alih oleh satu kekuatan negara sehingga kesan yang muncul kiai sebagai bamper status quo. Nah, munculnya kiai dalam politik di era reformasi ini sebagai angin segar (euforia) untuk aktualisasi diri, sehingga banyak kiai bermunculan di banyak partai (ket: saat orde baru berkuasa kiai dikungkung di PPP).

Terlepas dari perdebatan perselingkuhan nilai teologis dan ideologis, sejarah perjuangan mencatat bahwa kiai punya andil besar memerdekakan republik ini sehingga semakin menguatkan pembicaraan kiai tidak lepas dari politik. Bagi penulis politik tidak hanya berkutat pada partai dan (rebutan) jabatan pemerintahan namun praktik pengawalan (advokasi) terhadap masyarakat yang sedang mengalami masalah sosial seperti pelanggaran HAM dan problem sosial lainnya seperti kelaparan, kekeringan dan gempa bumi adalah bagian terkecil peran sosial politik.

Lalu bagaimana masyarakat (termasuk penulis) memandang ketika banyak kiai berjihad masuk ke ranah politik praktis yang memperlihatkan peran ganda, maka akan menimbulkan gesekan opini masyarakat kepada kiai. Dalam satu perspektif setuju gerakan kiai bermain di kancah politik karena bagian dari hak asasi manusia namun dalam perspektif lain masyarakat (termasuk penulis) mengĕmani kiai berpolitik bila tidak di modali dengan kemampuan yang cukup baik secara konseptual, niat dan minimnya pengalaman politik yang berakibat tidak maksimal dalam melaksanakan tugas bahkan begitu mudah dikibuli oleh sebuah sistem sehingga akan muncul distrust masyarakat kepada kiai, apakalagi bila sang kiai tersandung masalah hukum. Kalau fenomena ini benar-benar terjadi, kepada siapa masyarakat mengadu?!



[1] Penulis memandang kiai dan ulama’ berbeda meski memiliki peran sosial yang sama. Kiai bagi orang Madura adalah seseorang yang dianggap sebagai tokoh (baca : pangaseppo) ditingkat lokal seperti guru ngaji, imam masjid bahkan dukun yang mempunyai kelebihan urusan kelnik juga di sebut kiai. Sedangkan ulama adalah seseorang yang mempunyai kealiman ilmu agama, wara’, ahli dzikir dan berbasis massa seperti mempunyai pondok pesantren. Penulis juga meyakini status sosial ulama’ lebih tinggi dari kiai, setidaknya secara formal di Indonesia ada MUI (Majelis Ulama’ Indonesia) bukan MKI (Majelis Kiai Indonesia), namun bagi Hiroko Horikoshi kiai dan ulama ada perbedan dimana kiai cenderung bermain pada tataran kultural sedangkan ulama lebih memerankan fungsi-fungsi administratif.

[2] Clifford Geertz, Abangan, Santri dan Priayi dalam Masyarakat Jawa (Jakarta: Pustaka Jaya, 1983).

[3] Martin van Bruinessen, Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia (Bandung: Mizan, 1998) dan Kitab Kuning (Bandung:Mizan, 1995).

[4] Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai. (Jakarta: LP3ES, 1985).

[5] Hiroko Horikoshi, Kiai dan Perubahan Sosial (Jakarta: LP3M, 1987)

[6] Azyumardi Azra,Jaringan Ulama Timur Tengah dan Nusantara Abad XVII dan XVIII,(Bandung: Mizan, 1998),. Buku ini membahas jaringan intelektual para ulama di Indonesia dan Timur Tengah.

[7]M. Ali Al Humaidy, 2002, Pesantren dan Civil Society (Mengkaji Pesantren sebagai Social Capital dalam penguatan Civil Society). Di Annuqayah Guluk-guluk para pengasuh berlainan partai; KH. A Warits Ilyas Ketua DPC PPP, KH Ahmad Basyir Ketua Dewan Syuro PKB , KH. Mahfudz Khuzaini PBB, KH Muhsin Amir PKU dan KH. Ishomuddin Ketua Syriah NU.

analisis koprasi

Metode verifikasi poper dalam pengkajian hukum koprasi

( Sebuah Obserfasi terhadap kajian hukum yang ada di masyarakat tentang penyalah gunaan koprasi )

Pra wacana

Jumlah pendududk masyarakat indonesia sangat cukup banyak dan bervariasi, hal ini juga berpengaruh erhadap pola pikir dan pandangan per individu masyarakat indonesia. Dengan jumlah penduduk yang banyak dan kurangnya lahan pekerjaan semakin memper buruk sumber daya manusia (SDM) masyarakat indonesia, karena ketika masysrakat indonesia banyak yang pengangguran secara langsung akan berdamak negatif terhadap perkembangan pendidikan pada masyasrakat indonesia itu sendiri. Dan lambatnya pendidikan di indonesia akan membuat segala aktifitas yang dapat memajukan negara menjadi mandek sebab genarasi-generasi yang di hasilkan akan tidak berkualitas. Hal ini dapat membuat wawasan dan nalar intelektual masyarakat indonesia menjadi kerdil dan ini juga akan berimbas pada pengetahuan masyarakat indonesia terhadap hukum.

Individu manusia adalah badan hukum (person recht) yang mana di dalamnya terdapat wewenang hukum, bagi yang mengetahui dan paham terhadap hal ini maka orang tersebut akan menggunakan haknya untuk memperoleh hukum selayaknya dan memposisikan hukum pada posisi yang sebenarnya. Ketika masyarakat kurang akan pengetahuan (di karenakan banyaknya pengangguran sehingga banyak anak yang tidak sekolah) maka mereka akan melihat hukum adalah rumit, sulit dan menyeramkan. Hal utama yang nampak oleh orang yang buta akan hukum bila di hadapkan dengan hukum adalah hotel prodio hitam (penjara),hal inilah yang membuat masyarakat takut akan hukum dan takut pula memperdalam tentang ilmu hukum, ini juga di sebabkan karena pemikiran masyarakat inidonesia masih tradisional dan fundamental terhadap culture /budaya. Dan dengan lemahnya masyarakat terhadap pengetahuan hukum akan membuat masyarakta itu sebagai boneka dalam hukum yang mana bisa di manipulasi oleh hukum dan mereka bisa di perintah kesana kemari, hal ini akan menguntungkan sebagian oknum individu yang berkepentingan dalam hukum itu sendiri.

Hal yang sangat krusia dan tidak di mengerti oleh masyarakat indonesia adalah keterkaitan antara hukum pidana dan hukum perdata. Sebenarnya hukum perdata dan pidana ini berbeda dan tidak sama, akan tetapi dapat di cari sebuah benang merah agar semuanya singkron, di sini kami berusaha mengungkapkan mencari sebuah benang merah antara perdata dan pidana yang mana kami mengangkat masalah koprasi, dengan kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap hukum seakan-akan membuat masyarakat hanya sebagai penonton hukum, mereka juga hanya sebagai penonton ketika koprasi di salah gunakan untuk kepentingan pribadi, dan inilah yang menjadi kendala utama yang menyebabkan koprasi dapat keluar dari tujuan utamanya.

Karl raimun popper adalah seorang tomkoh filsafat yang mencetuskan konsep Valsafibiality atau di kenal dengan konsep verivikasi. Konsep ini adalah mencari kesalahan suatu pernyataan, contohnya "sepuluh wanita yang ada di depan berambut pirang, dalam konsep ini untuk menggugurkan argument itu cukup mencari satu wanita yang berambut hitam saja, maka pernyataan yang pertama akan luntur". Dengan menggunakan konsep karl raimun popper ini kami berusaha mengungkapkan bahwa koprasi sekarang ini sudah tidak sesuai dengan tujuan utamanya aytiu mensejahterkan anggota koprasi, kami barusaha mengungakpkan sedetil-detilnya dengan menggunakan penelitian kwantitatis yang terjadi realita di lapangan, sehingga ddenga adanya penelitian mini ini di harapkan agar kitamasyarakt hukum bisa melakukan tindakan apabila kita melihat sesuatu yang tidak sejalan dengan hukum.

Wacana :

Koprasi adalah suatu subyek hukum yang merupakan kelompok dari badan hukum publik, koprasi hampir sama dengan yayasan, lembaga, PT, dan CV,hanya saja mekanisme dalam pelaksanaan dan pengadaan koprasi cukup lebih gampang dari yang lainnya, hal ini yang menjadi kan koprasi seperti sarang tikus di lumbung padi yang senang menghabiskan padi milik petani yang sudah di panen, sehingga para petani tidak dapat menikmati hasil padi tersebut secara maksimal.dan ini secara otomatis membuat para petani mearugi.

Cara untuk mendirikan koprasi sangatlah mudah, hanya dengan mengadakan suatu musyawarah (limithet grup) yang jumlahnya hanya harus lebih dari satu orang saja (minimal dua orang dan maksimal tidak di tentukan jumlahnya) dan mengangkat ketua koprasi dari perkmpulan koprasi maka koprasi itu sudah dapat di katakan berdiri secara esensi, tapi secara subtansial pendirian sebuah koprasi haruslah menggunakan dan menerbitkan AD(anggaran dasar) dan ART (anggaran rumah tangga), dan setelah terbentuk semuanya barulah di dokumentasikan dalam bentuk tulisan sehingga koprasi tersebut nyata keberadaannya.

Pendirian koprasi yang sangat mudah ini juga semudah dengan memanipulasi koprasi itu sendiri, pada era sekarang ini banyak koprasi bermunculan dan visi mereka juga banyak yang tidak sama dengan visi koprasi yaitu mensejahterkana anggotanaya, hal ini malah di gunakan sebagian oknum untuk meraih keuntungan individu di balik koprasi dan dapat merugikan anggotanya dan yang lebih parah dapat merugikan pemerinatah.

Cara pendirian koprasi dalam realitanya dapat di manipulasi, orang yang akan mendirikan koprasi tidak perlu dengan musyawarah dan juga tidak perlu dengan banyak anggota,dan pendirian koprasi pada realitanya sekarang ini dapat di lakukan dengan satu orang saja. Cara yang di gunakan oleh individu tersebut dalam mendirikan koprasi adalah cukup dengan membuat AD dan ART sendiri dan menjadikan dirinya sendiri sebagai ketua koprasi yang didirikan tersebut, sedangkan untuk wakil dan anggotanya cukup dengan membubuhkan nama orang-orang yangdekat dengan individu yang mendirikan koprasi tersebut,setah membubuhkan nama orang-orang dekatnya di struktur pengurusan dalam mendirikan koprasi tersebut, maka hal yang untuk pembuktian pendirian koprasi tersebut adalah tinggal membukukannya dan meminta persetujuan terhadap perangkat desa setempat, seelah proses itu maka koprasi telah berdiri di daerah itu, namaun koprasi yang berdiri bukanlah koprasi pada tujuan utamanya melainkan koprasi dengan tujuan individu si pendiri.

Tujuan individu ini yang menjadikan koprasi seperti istilah "setitik tinta maka ternoda seluruh air yang ada dalam ember itu", hal ini di karenakan dalam proses kinerja koprasi setidak-tidaknya koprasi mengadakan kolaborasi/ kerja sama dengan pearusahaan atau pemerintah dalam mejlankan koprasi tersebut. dan kolaborasi ini yang dapat menjadikan koprasi rusak secara visinya, hal tersebut akan di analogikan dalam sebuah ceriat di bawah ini.

"seseorang yang bernama A mendirikan koprasi, dia mebdirikan koprasi secara individu dengan cara seperti yang terpapar di atas, dia mendirikan koprasi usaha tani/ KUT, dalam pendirian ersebut dia menaruh anaknya sebagai wakilnya dan saudara-saudanya sebagai pengurusnya, ketika si A mengajukan proposal peminjaman modal pupuk kepada pemerintah, maka pemerintah mengaluarkan modal tersebut, pemerintah mengeluarkan modal dengan jumlah misal 10 sak pupuk yang mana @ pupuk 10 rubu rupiah, pupuk tersebut sebenarnya untuk rakyat di daerah itu dan hasim /labanya untuk kepentingan dan kesejahteraan anggota koprasi itu sendiri. Yang terjadi ternyata si A menjual seluruh pupuk tersebut dengan harga 11 ribu, dan keuntungan yang di peroleh si A tersebut tidaklah di masukkan dalam laba koprasi,akan tetapi di masukkan dalam kantong individu si A, jadi dalam koprasi yang di dirikan si A tidak ada visi koprasi yaitu mensejahterakan anggotanya" contoh lainnya adalah "ketika si A tadi di beri pinjaman oleh pemerintah berupa uang yang mana unag tersebut untuk di alokasikan ke kesejahteraan petani, malah oleh si A tidak di sampaikan dan di gunakan untuk menumpukkekayaan si A sendiri. Maka hal ini dapat merugikan negara dan dapat memelaratkan masyarakat miskin"

Hal inilah yang membuat koprasi sudah mengalami deviasi dari tujuan utamanya, masuknya teori popoper dalam pengkajian ini adalah karena dalam kesalahan yang di alami oleh koprasi (yang di akibatkan oleh individu) bukan akibat dari individu itu sendiri. Konsep popepr selalu mencari kelemahan dan kesalahan suatu armumennt untuk menjatuhkan argument itu sendiri, hal ini terkait dengan pendirian konsep koprasi yang mana pada dasarnya konsep koprasi sudah benar dan oknumnya pun sudah benar juga. Dikatakan demikian karena dalam hal ini orang yang menciptakan deviasi dari visi koprasi sebenarnya di lakukan tidak berdasarkan kemauan sendiri tapi dia di suruh oleh keadaan yang ada. Keadaan dalam koprasi yang menyuruh pelaku melakukan hal itu, dan pelaku dalam hal ini tidak bisa di salahkan,yang patut di salahkan adalah pemerintah, karena kurangnya pengawasan dan kurangnya aturan-aturan hukum yang dapat membuat koprasi sesuai visi dan misinya masih belum ada. Hal ini dapt di analogikan sebagai berikut

"si A memrikan pemilihan kepada si B, si A bertanya kepada si B 'B kamu mau naik apa pergi ke surabaya? karena saya akan berikan tiga pilihan untuk kamu agar kamu sampai di surabaya yaitu 1. dengan menggunakan becak,2 dengan menggunakan sepeda,3 menggunakan mobil' jelas secara spontan si B menjawab saya mau pilih yang 3 yaitu naik mobil karena cepat sampai."

Dengan analogi di atas kita tidak bisa menyalahkan si B yang telah di beri pilihan oleh si A, sebaliknya kita harus lebih kritis terhadap A mengapa dia memberikan pemilihan seperti itu, si B memilih no 3 karena dia di beri sebuah kesempatan untuk memilih, jadi dengan adanya celah/kesempatan itu si B tidak akan membuangnya dengan Cuma-Cuma, hal ini senada dengan pepatah "adanya reaksi akan menimbulkan aksi", jika si A tidak memberikan kesempatan pada B untuk memilih maka si B tidak akan memilih mobil dan bahkan si B akan mengikuti pilihan si A karena pilihan si A hanya satu.

Hal itu senada dengan pemerintah, pemerintah memberikan kesempatan terhadap oknum untuk memenfaatkan koprasi (memperoleh laba berdasarkan kepentingan pribadi) dengan cara tidak memperketat sistematika pendirian koprasi dan tidak menciptakan undang-undang koprasi yang tegas.

Ketika pemerintah memberikan pengawasan inten terhadap koprasi dan membuat peraturan yang tegas sebagai landasan hukum di koprasi, maka sejatinya pendirina koprasi tidak akan di dasarkan atas individu, dan pendirian koprasi yang berdasarkana asas koparasi sejatinya akan mensejahterkjan anggota dan masyarakat di sekitarnya.

Dalam hal ini antara hukum pidana dan hukum perdata sama-sama tidak di temukan pasal yang menyatakan bahwa apabila orang yang melakukan individualitis laba(mencari keuntungan pribadi) dalam koprasi di nyatakan bersalah, dan tidak tercantuk pula dalan kedua hukum tersebut yang menyatakan bahwa pendirian koprasi berdasarkan hanya satu orang saja melanggar hukum yang berlaku. Disinilah perlunya ij tihad kita sebagai mahasiswa akademisi hukum untuk membuat suatu rumusan pasal-pasal baru dalam menegakkan hukum agar tidak ada celah bagi tikus-tikus hukum untuk masuk pada lumbung padi lagi.kita harus bisa membuat rumusan peraturan hukum yang mana dapat berguna terhadap negara kita,kita tidak dan jangan terlalu menyanjung kitab undang-undang hukum buatan belanda, tapi kita harus bisa meninggalkan hukum belanda dan bmembuat rumusan baru yang lebih argumkentatif,tegas dan realitif.

BY : My

D A H N Y O N T R E N G …

RAKYAT DAPAT APA….. ?

Pertanyaan diatas sepantasnya menjadi sebuah keniscayaan yang lahir dari seluruh benak rakyat Indonesia, dimana pada tanggal 09 april 2009 kemarin telah memberikan hak pilih mereka dalam rangka turut andil menyukseskan pesta demokrasi episode kedua setelah episode pertama tanggal 05 April 2004 dulu telah usai dan hanya tinggal catatan usang para penulis sejarah, disini rakyat juga menentukan arah dan kiblat bangsa harus kemana dan di kemanakan yang tentunya juga terkait dan terikat erat dengan nasib kita sebagai rakyat Indonesia. Babak pemilihan CALEG sudah kita jalani bersama dan untuk selanjutnya kita akan dihadapkan pada babak PEMILU PRESIDEN pada tanggal 07 juli 2009 nanti yang pastinya tidak akan kalah seru dan rumitnya dengan PEMLEG kemarin. Seutas senyuman dan secercah harapan ter-ekspresi dari wajah Indonesia yang telah berdiri tegak dilautan demokrasi lepas yang dipenuhi dengan pekikan hiroik, perasan otak, kurasan otot bahkan bentrokan dalam rangka memenangkan pertarungan politik antar PARPOL yang menjadi kontestan ajaib dalam PEMILU 2009 ini. Gendrang dan genta perang politik ditabuh pada masa kampanye, segala bentuk manufer dilakukan oleh PARPOL melalui mulut-mulut JURKAM dan CALEGnya ataupun para antek-antek suksesnya untuk mengobral janji-janji dan memperjual-belikan program-programnya serta melacurkan esensi dan eksistensi pada atau atas nama konstituen, hingga jalan raya, gang-gang kecil sampai pada pelosok desa terkucilpun tak lepas dari poster-poster para CALEG dan Partai yang sangat setia menjadi penunggu jalanan dan pepohonan.

PEMILU 2009 ini, dengan system yang sudah terlanjur baru, diharapkan mampu menciptakan sebuah kerangka atau rancangan bangunan yang ideal dalam menata-rias keberlangsungan hidup rakyat yang tingkat keterpurukannya semakin cepat akibat dari satu embrio krisis melacu kilat ke krisis multidimensi. Peran vital PARPOL dalam khotbah-khotbah kampanye-nya berfungsi sebagai media komunikasi dan informasi yang mempunyai siknifikansi kuat dalam menggiring rakyat ke ranah pendidikan politik praktis. Namun justru yang ter-akumulasi kepermukaan pada kampanye pemilu 2009 ini adalah rakyat di setting pada Pesta Money Politik (kalau pemilu 2004 dulu saya lihat lebih pada fanatisme figure) yang tentunya praktek semacam ini tidak rasional dan tidak profesional dan kotor, Sebab didalamnya terdapat transaksi atau jual beli symbol primordialitas berikut pelacuran hak suara di berbagai tempat dengan tawaran tegas dari berbagai Parpol ataupun Caleg “Mau Berapa Juta...?” yang tentunya hal ini jadi moment yang paling tepat bagi kaum jelata karena kemelaratan ekonominya, dan bagi para pemuda (termasuk Mahasiswa) disebabkan kebutuhan fasilitas dan modal akademiknya dengan pernyataan tegas dari mereka:

1. Ada uang kami nyontreng, tidak ada uang maka kami Golput.

2. Uangnya yang tertinggi kami contreng, yang lebih sedikit hangus.

Hal inilah yang terjadi sekarang dengan latar Belakang kebutuhan primer perindividu rakyat yang ada pada kubangan kemiskinan yang memang disebabkan oleh perasan para pencuri berdasi ataupun para perampok bersorban (koruptor) maka lahirlah embrio ketidakpercayaan dari rakyat (trauma terhadap masa-masa kemarin (masa lalu) sehingga dengan sangat terpaksa rakyatpun harus memperjual-belikan suara-suara mereka dengan meminjam bahasa ibunda tercinta saya “Choiriyah” visi dan misi Parpol atau Caleg apabila mereka mau dipilih maka janji-janjinya harus di realisasikan pra-pemilihan bukan pasca-pemilihan, Sebab kami tidak butuh lagi dan tidakkan pernah percaya lagi terhadap janji-janji yang realisasinya pasca pemilu.

Kampanye dengan segala tetek-bengeknya sesungguhnya sudah digagas oleh PANWASLU untuk jadi refrensi bagi para Jurkam dan CALEG dari Parpol sebagai kode etik yang tidak boleh dilanggar dalam berkampanye guna menciptakan Budaya politik yang akademis, professional dan arif santun, namun hal itu lagi-lagi menjadi penghuni tetap di dunia harapan, harapan tak selaras dengan kenyataan, tulisan tak sesuai dengan bacaan, konsep tak senada dengan realitas di lapangan, gagasan yang dicetuskan oleh Panwaslu luluh lantak brantakan, terbukti dengan ditemukannya beberapa kasus Money-Politik yang menyebar ke seluruh pelosok negri kita ini, dan di akui atau tidak kitalah sebagai salah satu penikmat dari money-politik itu dan apabila belum maka kita hanya belum mempunyai kesepakatan saja dalam menikmati manisnya money-politik, inilah kondisi riil yang di hadapi bangsa indonesia saat ini yang membangun negara melalui jalur demokrasi, sementara kedewasaan berpolitik dan pendidikan politik sangatlah minim yang dimiliki oleh para figure yang berkecimpung dalam lautan politik praktis, dan rakyatpun belum siap sama sekali menghadapi hempasan lepas kran demokrasi sehingga para figure dan rakyatpun menjadikan money politik sebagai satu-satunya solusi dan jalan tercepat untuk mempercepat menggapai kepentingan mereka.

Dan seharusnya setiap individu yang berada dalam bangsa ini sadar dan harus belajar terhadap PEMILU 1999 atau 2004 dulu untuk mengekspresikan kekecewaan mereka secara actual dan factual serta sistemik dalam pemilu 2009 ini, karena apa yang dicita-citakan pasca-reformasi hingga detik ini dalam pola kepemimpinan penguasa justru lebih konsen dan konsis mengamakan posisi kekuasaannya supaya bertahan tanpa gangguan dari parpol lainnya. Sedangkan para koruptor tetap saja gentayangan, kemiskinan tidak dapat diminimalisir, pengangguran, PHK, bencana, semuanya bak kafilah yang terus melaju, maka dalam kondisi yang serba sulit dan rumit seperti ini “siapa yang tidak butuh uang”…? Inilah salah satu alasan mendasar kenapa money politik sudah membumi di bumi pertiwi tercinta ini.

Kini Pemleg sudah usai, rakyat sudah disibukkan dengan aktifitas masing-masing namun di balik kesibukan itu rakyat selalu pasang telinga dan mata menanti sebuah perubahan iklim kehidupan yang telah dijanjikan oleh para Caleg yang sekarang sudah duduk manis di kursi empuk legislative, rakyat akan menanti janji-janji itu selama kurun waktu 5 tahun, sebuah waktu yang relatif panjang dan membosankan, janji Penyediaan Lapangan Kerja, Pemberantasan KKN, Pendidikan Gratis, Supremasi Hukum, Melunasi Hutang-Hutang Negara, Peningkatan Hasil Panen, Sembakou Murah dan semua janji-janji CALEG yang kemarin mengaung keras mengisi setiap relung di se-antero raya ini namun ia sirna bagaikan cahaya yang diterpa kegelapan yang menyisakan harapan cemas dan elusan dada dengan harapan akankah cahaya itu akan muncul kembali…? Dalam hal ini ikhtiar rakyat melalui ORMAS, LSM, MAHASISWA, berharap mendapatkan akses informasi terhadap kebijakan pemerintahan yang di ambil, lalu di saat seperti ini dimanakah peran dan fungsi para wakil rakyat dan bagaimana pola hubungan mereka dengan rakyat? Mengapa rakyat harus mengadu ke ORMAS, LSM atau Mahasiswa? Bukankah ORMAS, LSM, Para Kyai dan Mahasiswa juga sempat-sempatnya melacurkan diri dalam pesta lepas Demokrasi?

Aah... DPRD, DPR, ORMAS, LSM, MAHASISWA, PARA KYAI sudah tak layak dan tak terpercaya lagi kesucian dan keperawanannya untuk menjadi payung penyelamat rakyat, semuanya sudah terlanjur menjadi penghuni negri lacur, dan ternyata kucing akan tetap kucing, diluar ataupun didalam karung mereka akan tetap menjadikan beras dan jagung rakyat sebagai santapannya.

Dan akhir dari catatanku kali ini hanya satu yang aku tahu: BANGSA KITA BUKAN LAGI BANGSA TERBELAKANG, BUKAN HANYA TERKORUP ATAU TERNODA, TAPI BANGSA KITA SUDAH BERWUJUD BANGSA YANG TERKUTUK! ASTAGHFIRULLAHA AL-ADHZIMA ……

By : Cholest Hendri

Frame Work Gender

(Sebuah kajian kritis terhadap Poligami)

Sebenarnya Gender adalah sesuatu yang sudah tabu dan tidak hangat lagi untuk di bicarakan, tapi setelah melihat beberapa bukti dan beberapa pendapat dari kalangan cendikiawan tidak ada salahnya jika saya mengilas balik tentang hal ini.

Sebenarnya banyak Argument yang dapat mengucilkan hati Wanita dengan ayat-ayat Al-Qur’an, karena dalam setiap Desis ayat Al Qur’an akan sangat nampak berbau laki-laki (dalam hal ini cenderung pada kaum adam), semuanya mengucilkan kaum wanita.

Dalam hal ini saya ingin mencoba untuk mengoreksi dan menelaah kebenaran sejati (Yang pada dasarnya kebenaran sejati itu tidak ada dan kebenaran sejati itu hanya di miliki oleh tuhan), dengan Nalar dan Rasionalitas Akal saya akan mengkaji tentang Diskriminasi terhadap wanita yang pada hakikatnya hal ini Multi Tafsir.

Ada sebuah ayat dalam Al Qur’an yang menurut saya di dalamnya sangatlah Multi Tafsir, jika di nalar secara Balaqah (Bahasa) ayat ini akan menguntungkan kaum Adam, dan akan menyudutkan kaum hawa. Ayat ini berkaitan dengan pologami yang kata sebagian orang Muslim hukumnya Sunnah, ada juga yang berkata Makruh, dan ada yang berkata mubah bahkan ada yang berkata wajib, Tapi tidak ada yang mengatakan Haram. Surat ini adalanh surat Annisa, ayat 3 yang isinya adalah “ Dan jika kamu takut tidak akan dapat berbuat adil terhadap (Hak-hak) Perempuan yang Yatim, maka kawinilah wanita-wanita yang kamu senangi Dua, Tiga, atau Empat, kemudian jika kamu tidak akan dapat berlaku Adil, maka kawinilah seorang saja atau budak-budak yang kamu miliki, yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”

Dengan melihat ayat ini ada sebuah kebenaran yang bersifat Fiktif, (Kebenaran yang tidak nyata benarnya), Kebenaran ini selalu di junjung oleh kaum Pria (Yang pada Hakikatnya kebenaran ini di pandang salah). Dalam Al Quran dan Al Hadits tidak di sebutkan Penjastifikasian mengenai hukum Poligami tersebut, sedangkan hal-hal yang lain banyak yang di tentukan apakah Halal, Haram, Makruh, Mubah dan Sunnah Suatu barang dan Tingkah laku manusia yang di Jastifikasi oleh Al Qur’an dan Al Hadits. Karena hal ini tidak ada dalam Al Qur,an dan Al Hadits maka ini menjadi I’ Tihad yang harus di emban oleh umat Islam untuk Menjastis hukum Poligami tersebut.

Dalam Ayat tersebut terdapat kata-kata “ Jika kamu tidak mampu berbuat Adil maka Kawinilah Satu saja”. Kata-kata Adil di sini adalah Multi Tafsir. Banyak orang menyatakan bahwa Adil adalah Memposisikan sesuatu pada tempatnya, tidak memihak, sama rata dll, Tapi Adil di sini yang saya maksudkan adalah sebuah Penjastifikasian terhadap Poligami itu sendiri bahwa tidak boleh hukumnya. Adil di sini tidak bisa di pandang secara Eksistensi, Tapi hanya bisa di pandang secara Esensi. Untuk megartikan Esensi Adil, kita tidak bisa langsung mengartikan dan menafsirkannya sendiri. Karena yang bisa menafsirkan ini adalah orang yang mengalami proses ini sendiri yaitu antara suami dengan istrinya.

Dalam hubungan ini (Terutama Suami) untuk melakukan Poligami harus melakukan sebuah Kontrak (Persetujuan) dengan pasangannya (Istrinya), persetujuan ini di tujukan dan di harapkan agar Sang Suami dapat berbuat Adil, Tapi kenyataanya dengan adanya persetujuan ini pastilah salah satu pasangan (terutama Istri) akan merasa di rugikan baik dari Lahiriah maupun Batiniyah. Jika dalam sebuah kontrak (Perjanjian maupun Persetujuan) Tidak ada yang saling di rugikan, di untungkan dan di lecehkan maka inilah Adil. Tapi pastilah kaum Hawa akan di lecehkan dalam hal ini, maka ini tidaklah Adil dan bukan Adil dalam arti yang sesungguhnya.

Sebenarnya ayat tersebut hanyalah memompa manusia dan menguji nalar manusia ,Apakah manusia bisa mengetahui Keesaan Tuhan ?. sejatinya jika kita mampu menalar Keesaan Tuhan maka kita akan mengatakan bahwa hanya Tuhanlah yang mempunyai Keadilan Sejati dan Hakiki. Ketika hanya Tuhan yang mampu untuk Adil yang Sejati, Maka sangatlah mustahil manusia yang merupakan buatan Tuhan akan menyamai kemampuan Tuhan. Ini sama dengan pertanyaan konyol Apakah bisa Katak menjadi Lembu ?

Kata-kata “ jika kamu mampu ” dalam ayat di atas ini adalah kata-kata Mustahil untuk di lakukan oleh umat Manusia, oleh sebab itu Tuhan memberikan kata-kata Jika. Kata-kata Jika ini sebenarnya adalah sebuah Teguran pada kita agar kita mampu berfikir tentang Kekuasaan dan Kemampuan Tuhan, dan Sesuatu yang dapat di lakukan Tuhan tidak akan dapat di lakukan oleh Manusia (Trasendental : Wujud dan kekuasaan tuhan di atas kita), dan ini akan melawan kodrat manusia sendiri.

Dengan pemaparan panjang ini dapat di simpulkan bahwa Poligami tidak boleh (saya tidak mengatakan Haram tapi tidak memperbolehkan karena yang mengetahui haram tidaknya adalah Tuhan). Ada sebuah Hadits yang Berbunyi “ Menyebarlah kamu ke seluruh penjuru dunia, Dan beranak pinaklah karena sesungguhnya aku bangga dengan ummatku yang Banyak ”. Hadits ini adalah perintah Nikah dan Berkembang biak, Tapi cara untuk berkembang biak inilah yang sebenarnya dengan cara MonoGami. Dengan adanya Monogami akan di peroleh banyak Maslahat antara lain : Istri akan bahagia Batiniahnya (tidak tersakiti hatinya oleh Penduaan Suaminya), Keluarga akan Tentram dan Pertumbuhan, Persebaran Penduduk dapat di Stabilkan.

Seseorang bertanya pada Napoleon ‘Manakah benteng yang seteguh-teguhnya ? Jawabnya Perempuan’ “Napoleon Banoparte”

Frame Work Gender

(Sebuah kajian kritis terhadap Poligami)

Sebenarnya Gender adalah sesuatu yang sudah tabu dan tidak hangat lagi untuk di bicarakan, tapi setelah melihat beberapa bukti dan beberapa pendapat dari kalangan cendikiawan tidak ada salahnya jika saya mengilas balik tentang hal ini.

Sebenarnya banyak Argument yang dapat mengucilkan hati Wanita dengan ayat-ayat Al-Qur’an, karena dalam setiap Desis ayat Al Qur’an akan sangat nampak berbau laki-laki (dalam hal ini cenderung pada kaum adam), semuanya mengucilkan kaum wanita.

Dalam hal ini saya ingin mencoba untuk mengoreksi dan menelaah kebenaran sejati (Yang pada dasarnya kebenaran sejati itu tidak ada dan kebenaran sejati itu hanya di miliki oleh tuhan), dengan Nalar dan Rasionalitas Akal saya akan mengkaji tentang Diskriminasi terhadap wanita yang pada hakikatnya hal ini Multi Tafsir.

Ada sebuah ayat dalam Al Qur’an yang menurut saya di dalamnya sangatlah Multi Tafsir, jika di nalar secara Balaqah (Bahasa) ayat ini akan menguntungkan kaum Adam, dan akan menyudutkan kaum hawa. Ayat ini berkaitan dengan pologami yang kata sebagian orang Muslim hukumnya Sunnah, ada juga yang berkata Makruh, dan ada yang berkata mubah bahkan ada yang berkata wajib, Tapi tidak ada yang mengatakan Haram. Surat ini adalanh surat Annisa, ayat 3 yang isinya adalah “ Dan jika kamu takut tidak akan dapat berbuat adil terhadap (Hak-hak) Perempuan yang Yatim, maka kawinilah wanita-wanita yang kamu senangi Dua, Tiga, atau Empat, kemudian jika kamu tidak akan dapat berlaku Adil, maka kawinilah seorang saja atau budak-budak yang kamu miliki, yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”

Dengan melihat ayat ini ada sebuah kebenaran yang bersifat Fiktif, (Kebenaran yang tidak nyata benarnya), Kebenaran ini selalu di junjung oleh kaum Pria (Yang pada Hakikatnya kebenaran ini di pandang salah). Dalam Al Quran dan Al Hadits tidak di sebutkan Penjastifikasian mengenai hukum Poligami tersebut, sedangkan hal-hal yang lain banyak yang di tentukan apakah Halal, Haram, Makruh, Mubah dan Sunnah Suatu barang dan Tingkah laku manusia yang di Jastifikasi oleh Al Qur’an dan Al Hadits. Karena hal ini tidak ada dalam Al Qur,an dan Al Hadits maka ini menjadi I’ Tihad yang harus di emban oleh umat Islam untuk Menjastis hukum Poligami tersebut.

Dalam Ayat tersebut terdapat kata-kata “ Jika kamu tidak mampu berbuat Adil maka Kawinilah Satu saja”. Kata-kata Adil di sini adalah Multi Tafsir. Banyak orang menyatakan bahwa Adil adalah Memposisikan sesuatu pada tempatnya, tidak memihak, sama rata dll, Tapi Adil di sini yang saya maksudkan adalah sebuah Penjastifikasian terhadap Poligami itu sendiri bahwa tidak boleh hukumnya. Adil di sini tidak bisa di pandang secara Eksistensi, Tapi hanya bisa di pandang secara Esensi. Untuk megartikan Esensi Adil, kita tidak bisa langsung mengartikan dan menafsirkannya sendiri. Karena yang bisa menafsirkan ini adalah orang yang mengalami proses ini sendiri yaitu antara suami dengan istrinya.

Dalam hubungan ini (Terutama Suami) untuk melakukan Poligami harus melakukan sebuah Kontrak (Persetujuan) dengan pasangannya (Istrinya), persetujuan ini di tujukan dan di harapkan agar Sang Suami dapat berbuat Adil, Tapi kenyataanya dengan adanya persetujuan ini pastilah salah satu pasangan (terutama Istri) akan merasa di rugikan baik dari Lahiriah maupun Batiniyah. Jika dalam sebuah kontrak (Perjanjian maupun Persetujuan) Tidak ada yang saling di rugikan, di untungkan dan di lecehkan maka inilah Adil. Tapi pastilah kaum Hawa akan di lecehkan dalam hal ini, maka ini tidaklah Adil dan bukan Adil dalam arti yang sesungguhnya.

Sebenarnya ayat tersebut hanyalah memompa manusia dan menguji nalar manusia ,Apakah manusia bisa mengetahui Keesaan Tuhan ?. sejatinya jika kita mampu menalar Keesaan Tuhan maka kita akan mengatakan bahwa hanya Tuhanlah yang mempunyai Keadilan Sejati dan Hakiki. Ketika hanya Tuhan yang mampu untuk Adil yang Sejati, Maka sangatlah mustahil manusia yang merupakan buatan Tuhan akan menyamai kemampuan Tuhan. Ini sama dengan pertanyaan konyol Apakah bisa Katak menjadi Lembu ?

Kata-kata “ jika kamu mampu ” dalam ayat di atas ini adalah kata-kata Mustahil untuk di lakukan oleh umat Manusia, oleh sebab itu Tuhan memberikan kata-kata Jika. Kata-kata Jika ini sebenarnya adalah sebuah Teguran pada kita agar kita mampu berfikir tentang Kekuasaan dan Kemampuan Tuhan, dan Sesuatu yang dapat di lakukan Tuhan tidak akan dapat di lakukan oleh Manusia (Trasendental : Wujud dan kekuasaan tuhan di atas kita), dan ini akan melawan kodrat manusia sendiri.

Dengan pemaparan panjang ini dapat di simpulkan bahwa Poligami tidak boleh (saya tidak mengatakan Haram tapi tidak memperbolehkan karena yang mengetahui haram tidaknya adalah Tuhan). Ada sebuah Hadits yang Berbunyi “ Menyebarlah kamu ke seluruh penjuru dunia, Dan beranak pinaklah karena sesungguhnya aku bangga dengan ummatku yang Banyak ”. Hadits ini adalah perintah Nikah dan Berkembang biak, Tapi cara untuk berkembang biak inilah yang sebenarnya dengan cara MonoGami. Dengan adanya Monogami akan di peroleh banyak Maslahat antara lain : Istri akan bahagia Batiniahnya (tidak tersakiti hatinya oleh Penduaan Suaminya), Keluarga akan Tentram dan Pertumbuhan, Persebaran Penduduk dapat di Stabilkan.

Seseorang bertanya pada Napoleon ‘Manakah benteng yang seteguh-teguhnya ? Jawabnya Perempuan’ “Napoleon Banoparte”